Langsung ke konten utama

Landasan Psikologis Kurikulum

Psikologi berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang belajar, dan spesialis kurikulum mempertanyakan bagaimana psikologi dapat berkontribusi pada desain dan penyampaian kurikulum. Dengan kata lain, bagaimana spesialis kurikulum dapat menggabungkan pengetahuan psikologis untuk meningkatkan kemungkinan bahwa siswa akan belajar? Psikologi memberikan dasar untuk memahami proses belajar mengajar. Kedua proses tersebut penting bagi para kurikuler karena kurikulum hanya bermanfaat ketika siswa belajar dan mendapatkan pengetahuan. Pertanyaan lain yang menarik bagi psikolog dan spesialis kurikulum adalah sebagai berikut: 

  1. Mengapa siswa menanggapi upaya guru seperti yang mereka lakukan? 
  2. Bagaimana pengalaman budaya mempengaruhi pembelajaran siswa? 
  3. Bagaimana seharusnya kurikulum diatur untuk meningkatkan pembelajaran?
  4. Apa dampak budaya sekolah terhadap pembelajaran siswa? 
  5. Bagaimana tingkat partisipasi siswa yang optimal dalam mempelajari berbagai isi kurikulum?

Tidak ada pakar kurikulum atau praktisi yang menyangkal pentingnya landasan psikologis ini. Semua setuju bahwa mengajar mengenai kurikulum dan mempelajarinya saling terkait, dan psikologi memperkuat hubungan itu. Bidang inkuiri yang disiplin ini memberikan teori dan prinsip pembelajaran yang mempengaruhi perilaku guru-siswa dalam konteks kurikulum. John Dewey tahu bahwa psikologi adalah dasar untuk memahami bagaimana siswa berinteraksi dengan pelajaran dan orang-orang.

Prosesnya berlanjut sepanjang hidup, dan kualitas interaksi menentukan jumlah dan jenis pembelajaran. Ralph Tyler menganggap psikologi sebagai "layar" untuk membantu menentukan apa tujuan kita dan bagaimana pembelajaran kita berlangsung. Baru-baru ini, Jerome Bruner menghubungkan psikologi dengan cara berpikir yang mendasari metode yang digunakan dalam disiplin ilmu tertentu. Metode ini dapat digunakan untuk merumuskan konsep, prinsip, dan generalisasi yang membentuk struktur disiplin ilmu. Singkatnya, psikologi adalah elemen pemersatu dari proses pembelajaran. Psikologi membentuk dasar untuk metode, materi, dan kegiatan pembelajaran, dan memberikan dorongan bagi keputusan  dalam pengembangan kurikulum.


Secara historis, teori utama pembelajaran telah diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:

  1. Teori behavioris atau asosiasi, kelompok tertua, yang berhubungan dengan berbagai aspek stimulus-respons (S-R) dan penguat;
  2. Teori pemrosesan informasi kognitif, yang memandang pelajar dalam kaitannya dengan seluruh lingkungan dan mempertimbangkan cara pelajar menerapkan informasi; dan
  3. Teori fenomenologi dan humanistik, yang mempertimbangkan keseluruhan anak, termasuk perkembangan sosial, psikologis, dan kognitifnya. Ketika teori behavioris dibahas secara terpisah, pembelajaran cenderung berfokus pada pengkondisian, modifikasi, atau pembentukan perilaku melalui penguatan dan penghargaan.

Ketika teori pemrosesan informasi kognitif ditekankan, proses pembelajaran berfokus pada tahap perkembangan siswa dan berbagai bentuk kecerdasan serta pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan kreativitas. Aspek fenomenologis dari pembelajaran berhubungan dengan kebutuhan, sikap, dan perasaan siswa dan memerlukan lebih banyak alternatif dalam pembelajaran.


Sumber: Ornstein, A. C., & Hunkins, F. P. (2018). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues 7 Edition. London: Pearson

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Model Connected pada Materi Ekosistem

  Skema pembelajaran Ekosistem dengan model  Connected Untuk menggunakan model Connected dalam membuat hubungan antara topik (atau konsep atau unit) lebih eksplisit, mula-mula identifikasi dua topik yang diajarkan dalam urutan tertentu (Fogarty, 2009). Dengan menggunakan  template  untuk model  Connected , maka dapat dibuat keterkaitan antar konsep, unit, bahkan keterampilan dalam pelajaran Ekosistem pada gambar. Materi Ekosistem memiliki kompetensi dasar (KD) untuk  menganalisis informasi/data dari berbagai sumber tentang Ekosistem dan semua interaksi yang berlangsung di dalamnya. Dalam pembelajaran Ekosistem yang disusun, penulis memilih topik ‘Komponen Penyusun Ekosistem’ untuk dibahas pada pertemuan pertama sehingga peserta didik dapat memahami konsep abiotik dan biotik terlebih dahulu. Pertemuan kedua, pendidik membahas topik ‘Aliran Energi dalam Ekosistem’ untuk menganalisis interaksi yang terjadi antar komponen biotik dalam rantai makanan. Ide ini mu...

Modifikasi Model Project Based Learning (PjBL) untuk Melatih Berpikir Kreatif Siswa pada Pembelajaran Sains

  A.     Project Based Learning (PjBL) Project-based Learning  (PjBL) adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan peserta didik dalam memecahkan masalah. Dalam pelaksanaannya di kelas, peserta didik belajar melalui pembuatan suatu proyek atau produk yang berkaitan dengan topik pembelajaran. Pembuatan produk dapat dilakukan secara berkelompok/mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk. Pengguaan PjBL dengan metode diskusi kelompok melibatkan kemampuan kolaborasi dan komunikasi peserta didik. Sebagai model pembelajaran, PjBL memiliki karakteristik antara lain: a.        Penyelesaian proyek atau produk dilakukan dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga pemaparan produk; Penyelesaian proyek atau produk dilakukan dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga pemaparan produk; Peserta didik bertanggung jawab penuh terhadap proyek yang akan dihasilkan; Proyek dapat melibatkan...

Dampak Model Learning Cycle (5E) pada Kompetensi 6C

  A.     Learning Cycle 5 Fasa (5E) 1.       Engagement (Keterlibatan) Keterlibatan (engagement) adalah waktu ketika guru berada di tengah kegiatan pembelajaran. Guru menciptakan masalah, menilai pengetahuan awal siswa, membantu siswa membuat hubungan, dan menginformasikan melangkah ke tahap selanjutnya. 2.       Exploration (Eksplorasi) Siswa mengumpulkan data untuk memecahkan masalah. Guru memastikan para siswa mengumpulkan dan mengatur data mereka untuk memecahkan masalah.  Selama eksplorasi para siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam situasi baru. Eksplorasi juga membawa para siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki. Penerapannya dapat diuraikan sebagai berikut: Siswa mengidentifikasi objek-objek yang menarik, kejadian-kejadian atau situasi yang dapat diobservasi siswa-siswa. Pengalaman ini dapat terjadi dalam ruangkelas, laboratorium atau lapangan . Pe...