A. Model
Pembelajaran Quantum Teaching
Quantum
Teaching adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang
ada di dalam dan sekitar momen belajar (DePorter, Bobbi, et.al., 2010). Sedangkan,
Quantum Learning sebagai “interaksi-interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya” (De Porter, Bobbi dan Hernacki, 2009). Namun, sebagai model pembelajaran, Quantum Teaching dapat menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ramdhani
and Ayriza (2019) sebagai berikut:
“In relation to the learning model, Quantum Teaching is one of the learning model that create enjoyable and conducive learning situations through numerous effective interactions during the learning process by gathering all of the students’ learning moments under the studentcentered approach”
Hal
serupa juga dijabarkan Kristiyanto, Gunarhadi, and Indriayu
(2020), “Quantum Teaching Learning Model is a directed learning model that is
made lively and fun in teaching and learning activities”. Artinya, model pembelajaran
Quantum Teaching merupakan model pembelajaran terarah atau terstruktur yang
dibuat hidup dan menyenangkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Karakteristik model ini sebagai salah satu model pembelajaran adalah
memperhatikan keterampilan guru dalam merancang, mengembangkan, dan mengelola
sistem pembelajaran sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
efektif, menarik, dan kecakapan hidup. Model ini dapat dijadikan suatu cara untuk
memfasilitasi proses pembelajaran yang menggabungkan unsur seni dan pencapaian
terarah, untuk berbagai mata pelajaran. Hal ini juga dijelaskan oleh Santoso
(2016) yang menyatakan bahwa model ini menciptakan suasana belajar yang
kondusif dengan menggunakan unsur yang ada pada peserta didik dan lingkungan
belajarnya, sebagai contoh melalui interaksi pembelajaran yang diiringi dengan
musik.
Dalam model pembelajaran Quantum Teaching, ada rancangan pembelajaran yang konsisten dan dinamis yang lebih dikenal dengan istilah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan). Adapun secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Tumbuhkan minat dengan memuaskan: mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh dari pelajaran tersebut bagi guru dan siswanya.
- Alami: menciptakan dan menambahkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. Dalam hal ini, guru perlu menghindari penggunaan istilah yang asing dan sulit untuk dimengerti, karena ini akan membuat siswa merasa bosan dalam belajar
- Namai: membuat kata kunci, konsep, model, rumus, strategi yang kemudian menjadi sebuah masukan bagi siswa. Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada kompetensi dasar tertentu, mereka diajak menulis di kertas, memberikan nama apa saja yang telah mereka peroleh
- Demontrasikan: memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Setelah siswa memperoleh pelajaran, beri kesempatan kepada mereka untuk mendemontrasikan kemampuannya karena siswa dapat menanamkan ingatan jangka panjang jika siswa itu mendengar, melihat, dan melakukannya
- Ulangi: menunjukkan kepada siswa tentang cara-cara mengulang materi dan menegaskan bahawa siswa benar-benar memahami materi. Pengulangan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan konsep multi kecerdasan yang dimiliki oleh setiap siswa
- Rayakan: memberikan pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perayaan adalah ekspresi dari kelompok seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik
B. Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti
induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran (Santoso, 2016). Berpikir kritis
adalah kegiatan disiplin mental dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan,
menganalisis asumsi, dan belajar konsep-konsep baru. Pengambilan keputusan yang
rasional dapat memberikan kepercayaan dalam tindakan yang telah dilakukan
(Sutarna dan Nurfirdaus, 2019). Dengan demikian, keterampilan berpikir kritis
adalah keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan,
menganalisis asumsi, dan belajar konsep-konsep baru yang melibatkan proses
berpikir komplex.
Menurut pendapat Ennis (dalam Joko, 2010) yang secara singkatnya menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus (focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity), dan tinjauan ulang (overview). Dari pendapat ini, Santoso (2016) menjabarkan lebih lanjut bahwa tahap-tahap dalam berpikir kritis adalah sebagai berikut:
- Fokus (focus). Dalam memahami masalah adalah
menentukan hal yang menjadi fokus dalam
masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif,
karena tanpa mengetahui fokus permasalahan, kita akan membuang banyak waktu. Keterampilan memfokuskan masalah berhubungan dengan
kegiatan melakukan pemilihan bagian informasi tertentu dan mengabaikan yang
lainnya. Antara lain seperti menjelaskan ketidakcocokan atau situasi
membingungkan
- Alasan (reason). Apakah alasanalasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.
- Kesimpulan (inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpulan yang diberikan?
- Situasi (situation). Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya.
- Kejelasan (clarity) yaitu mengungkapkan sesuatu secara jelas. Clarity dapat diimplemantasikan melalui pertanyaan-pertanyaan seperti: apa yang anda maksud, akankah sebuah kata atau kata-kata akan membingungkan jika digunakan dalam cara berbeda, dapatkah anda memberikan contoh, dan dapatkah anda memberikan kasus yang serupa, tetapi bukan contoh.
- Tinjauan ulang (overview). Artinya kita perlu mencek apa yang sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan.
C. Penerapan
Model Pembelajaran Quantum Teaching
dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Model pembelajaran Quantum Teaching
sangat fleksibel untuk digunakan dalam berbagai tingkatan pendidikan, baik di
tingkat sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian Sutarna dan Nurfirdaus (2019) dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis Quantum Teaching dapat diterapkan di sekolah dasar untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa dengan N gain sebesar 0.59. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Yanuarti dan Sobandi (2016) melaksanakan uji coba
model ini di sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan demikian, model pembelajaran Quantum
Teaching tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan di jenjang apapun,
tetapi dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang akan ditingkatkan guru
selama proses pembelajaran berlangsung.
Dalam proses penerapannya, model pembelajaran Quantum Teaching dapat diupayakan untuk meningkatkan berbagai
bidang keterampilan seperti keterampilan berpikir kritis. Menurut penelitian
yang dilakukan Santoso (2016) bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan model
pembelajaran ini terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Secara lebih rinci, Santoso
(2016) menjabarkan bahwa Quantum Teaching
sebagai model pembelajaran lebih baik diterapkan karena dalam pelaksanaan
pembelajarannya siswa berpatisipasi dalam pembelajaran dan aktif bekerja sama
dalam memahami materi melalui bahan ajar serta dalam menyelesaikan setiap permasalahan.
Hal tersebut terjadi karena mereka merasa nyaman dan senang untuk belajar pelajaran
yang komplex seperti sains dan matematika. Selain itu, Kristiyanto, Gunarhadi,
and Indriayu (2020) juga menjabarkan dalam penelitian mereka bahwa “The level of science learning outcomes of
the students who were taught via the Quantum Teaching model were higher than
those taught via the Science Technology Society model”. Dengan demikian,
menjadi poin penting untuk menyesuaikan model pembelajaran yang digunakan
dengan kemampuan atau potensi guru, serta mempertimbangkan pelajaran apa yang
akan dibahas.
Pelajaran IPA memiliki peluang yang baik untuk menerapkan model ini. Dalam
pembelajaran yang didalamnya kaya akan konsep, seperti IPA, guru dapat memanfaatkannya
untuk membangun diskusi dalam kelas. “The
Quantum Teaching Learning Model provides meaningful learning experience through
the learning moments in which the students have the opportunities to share
their opinions both in the oral and written manner” (Ramdhani and
Ayriza, 2019). Artinya, model pembelajaran
ini memberikan pengalaman belajar yang bermakna melalui momen pembelajaran
dimana siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya baik secara
lisan maupun tulisan. Dengan demikian, siswa didorong dan dimotivasi untuk
melakukan keterampilan berpikir kritis mereka di sekolah berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan dasar mereka. Dalam proses pembelajaran model ini, guru dapat
menciptakan konflik kognitif sehingga siswa terangsang untuk menunjukkan
kemampuan berpikir kritis dan memahami konsep melalui proses pembelajaran yang
berpusat pada siswa.
Model pembelajaran Quantum Teaching memiliki keunggulan dalam proses meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Adanya keterlibatan kecerdasan ganda dalam proses pembelajaran, memberikan pengalaman belajar yang lebih komplex untuk siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Santoso (2016) yang menyatakan “Model Quantum Teaching berupaya menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan, juga sesuai dengan teori kecerdasan ganda yang menyatakan bahwa siswa belajar dengan didukung oleh dua kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional”. Dengan demikian, menerapkan model ini dalam pembelajaran dan dikolaborasikan dengan pemecahan masalah dalam bahan ajar akan melatih siswa untuk memecahkan masalah dan membangun sendiri pengetahunnya dengan lebih menyenangkan.
Berikut ini adalah desain kegiatan belajar mengajar Fisika kelas X pada materi Gerak dengan menggunakan model Quantum Teaching untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis peserta didik.
Daftar Rujukan
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. (2009). Quantum Learning: Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Kaifa.
DePorter, Bobbi, et, al. (2010). Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas.
Penerjemah Ari Nilandri. Bandung: Kaifa.
Kristiyanto, W., Gunarhadi, & Indriayu, M. (2020).The
effect of the Science Technology Society
and the Quantum Teaching Models on learning outcomes of students in the natural
science course in relation with their critical thinking skills. International Online Journal of Education
and Teaching (IOJET), 7(1). 177 – 191.
Ramdhani, M.
I., & Ayriza, Y. (2019). The effectiveness of quantum teaching learning
model on improving the critical thinking skills and the social science concept understanding of the elementary school students. Jurnal Prima Edukasia, 7 (1), 47 – 57.
Santoso, E. (2016). Pengaruh Penggunaan Model
Pembelajaran Quantum Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Matematik Peserta Didik
(Studi Eksperimen di Kelas V SDN Gununglipung Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2015/2016). Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1), 55 – 69.
Sutarna, N., & Nurfirdaus, N. (2019). Bahan Ajar
Berbasis Model Quantum Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Naturalistic: Jurnal Kajian Penelitan dan Pendidikan dan Pembelajaran,
4(1), 417-425.
Yanuarti, A., & Sobandi, A. (2016) . Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran
quantum teaching. Jurnal Pendidikan
Manajemen Perkantoran, 1(1), 11-18.
Komentar
Posting Komentar